Jalasutra
Cari Buku
;
 
Jalasutra

Secara harfiah, kata Jalasutra terdiri atas dua kata: jala dan sutra. Gabungan keduanya merujuk pada sebuah entitas yang bisa digunakan untuk menjaring gagasan dan pemikiran yang orisinal, relevan, kaya, kritis, dan membawa nilai kebaruan, yang tersebar dalam dunia wacana di Indonesia.

Penerbit Jalasutra sudah mengembangkan ranah garapan ke pelbagai bidang: seni, desain, komunikasi, politik, feminisme, sains, teori dan kritik sastra, psikologi, dan kajian sosial. Dalam dunia sastra, Jalasutra juga melebarkan sayap dengan menerjemahkan karya sastra dunia dan karya para pemenang nobel.

 
Untitled Document
Kategori
Berita
Buku Baru
 
 
Detail Buku
Darah-Daging Sastra Indonesia
Penulis
: Damhuri Muhammad
Tahun Terbit
: 2010
Cetakan Ke
: 1
Kategori
: Kritik/Teori Sastra
Divisi
: Jalasutra
Best Seller
: Tidak
Halaman
: 180
Harga
: 35000
Ukuran
: 15 x 21 cm
ISBN
: 978-602-8252-34-8
Resume
Ketidakselarasan antara sosok Kritikus Sastra semestinya dengan Kritikus Sastra �apa adanya�, pada gilirannya menciptakan risiko �pisau bermata dua�. Kemalasan menyelami teks sampai pada ceruk terdalamnya, seperti dicemaskan Mudji Sutrisno (Kompas, 24/04/05), dapat menggelincirkan pengamat sastra pada penyembelihan teks dengan pisau arogansi dan kesemena-menaan subjektif di satu sisi, atau pada permisivisme yang membolehkan apa saja yang gila, abnormal, aneh sebagai estetika di sisi lain. Menyikapi sentimentalisme dan penghujatan sebagaimana diperlihatkan oleh sejumlah �oknum� esais dan pengamat sastra belakangan ini, alih-alih meniscayakan mereka sebagai Kritikus Sastra, malah patut dicurigai sebagai �tikus-tikus� sastra. Hama perusak aneka �tanaman� yang bersitumbuh di ladang sastra. Ladang sastra masih akan ditanami aneka ragam tanaman, tentu dengan harapan kelak bakal berbuah karya-karya berselera tinggi. Sebab itu, tikus-tikus itu harus segera �dibasmi�!
1 Komentar pada buku ini
Paul Heru Wibowo, pada jam 10:20:27 tanggal 15-Mar-2010 berkata :
Tampaknya menarik untuk dibaca. Saya berharap agar kritik atas kritik ini tidak berputar sebagai pleonasme yang justru merumitkan suasana kritik sastra Indonesia saat ini. Saya rekomendasikan agar semua pihak dapat membacanya, terutama para guru sastra dan bahasa Indonesia yang sudah lama "dijajah" oleh sistem periodisasi sastra.
Beri Komentar
 Nama *
 
Untitled Document