Oleh: SumboTinarbuko*
Adalah sesuatu yang membanggakan ketika Program Studi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta secara resmi menyelenggarakan pameran karya desain komunikasi visual (DeKaVe) dengan tajuk �Diskomplet�. Gelaran karya DeKaVe dipamerkan kepada masyarakat luas di gedung Bentara Budaya, Jl. Suroto 2, Kotabaru, Yogyakarta, mulai 2 � 6 Desember 2009.
Menurut panitia, pameran ini dibabtis jejuluk �Diskomplet� (www.dekaveisi.com) karena menampilkan kekomplitan yang dimiliki oleh Prodi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta. Kekomplitan ini termanifestasikan dalam idiom visual jamu tradisonal yang notabene mampu menyehatkan, orisinal dalam konten dan konteks, berolah rasa dalam proses pembuatan, parennialis-ekletik-progresif dan sekaligus bernuansa lokal��
Terkait dengan lokalitas yang ditawarkan dalam pameran �Diskomplet� ini, maka seyogianya kita membaca karya DeKaVe yang dibuat civitas akademika Prodi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta sebagai bagian dari produk kebudayaan massa. Untuk itu, tugas sosial kita sekarang: bagaimana caranya agar karya DeKaVe dapat berfungsi sebagai penanda visual atas kebudayaan bangsa Indonesia dalam konteks peradaban modern.
Tugas sosial semacam itu penting kita sengkuyung bersama . Sebab karya DeKaVe yang dapat menjadi penanda visual atas eksistensi kebudayaan bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, karya DeKaVe mampu tampil secara atraktif, komunikatif, efektif, persuasif, dan kontekstual. Kedua, karya DeKaVe harus dapat mencerdaskan masyarakat terkait dengan pesan yang ingin disampaikan. Ketiga, keberadaannya bisa diterima masyarakat luas. Keempat, taat mengikuti perilaku adat istiadat yang berlaku, menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan kearifan budaya lokal.
Keempat ciri karya DeKaVe yang saya rumuskan di atas sebenarnya bagi kawan-kawan di lingkungan Prodi Desain Komunikasi Visual dan industri kreatif DeKaVe bukanlah sesuatu yang baru dan sulit untuk diejawantahkan dalam kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat luas.
Pertanyaannya kemudian, kalau hal itu tidak sulit untuk diejawantahkan, kenapa karya DeKaVe Indonesia ditengarai miskin dalam hal kreativitas, gaya, dan daya ungkap komunikasi visual?
Padahal dalam hal ide, karya DeKaVe Indonesia tidak kalah dengan negara tetangga. Katanya, kreator karya DeKaVe Indonesia hanya beda tipis dari sisi komunikasi dan skill craftsmanship. Tetapi, justru hal inilah yang menyebabkan kita belum mampu menyejajarkan diri dalam percaturan kreativitas karya DeKaVe Indonesia di tingkat internasional.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi kemiskinan kreativitas ini? Yang paling gampang, kita harus berpaling pada budaya lokal bangsa Indonesia. Dan pada titik inilah kekuatan karya DeKaVe Indonesia dipertaruhkan.
Dengan mengedepankan budaya lokal, akan menumbuhkan keberagaman sudut pandang komunikasi visual dan berujung pada outcome ide dalam balutan craftsmanship yang ciamik. Artinya, dalam rangka mencari dan menjadikan 100% karya DeKaVe Indonesia perlu kiranya kita memberi perhatian khusus pada aspek kearifan budaya lokal, adat istiadat, dan moralitas.
Mengapa demikian? Sebab dengan mengikuti perilaku adat istiadat yang berlaku, menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan kearifan budaya lokal untuk kemudian diangkat menjadi inspirasi, sumber ide, dan gagasan, serta sebagai perangkat lunak untuk mengkomunikasikan beragam pesan komerisal, sosial, atau pun moral kepada sasaran khalayak yang dibidik, maka berbagai karya DeKaVe yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif yang senantiasa mengedepankan kearifan budaya lokal Indonesia akan menjadi penanda yang cukup kuat. Dengan demikian, keberadaan sebuah karya DeKaVe akan memberikan aksentuasi perikehidupan masyarakat, ujung-ujungnya diharapkan mampu mencerahkan pemikiran dan perasaan umat manusia yang hidup dan mengisi kehidupannya sesuai dengan talenta masing-masing.
Di sisi lain, parameter keberhasilan sebuah proses kreatif dan inovatif di lingkungan pendidikan tinggi desain komunikasi visual (DeKaVe) bisa dilihat manakala para peserta didik mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap pemecahan masalah komunikasi (verbal dan visual), lancar dan orisinal dalam berpikir kreatif, fleksibel dan konseptual, cepat mendefinisikan dan mengelaborasi berbagai macam persoalan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di segala lini hidup dan kehidupan ini.
Untuk itu, dalam menjalankan aktivitas DeKaVe dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi (visual, audio, audiovisual) tidak hanya berupaya menghasilkan karya DeKaVe yang bagus saja, tetapi ia harus mampu melahirkan karya DeKaVe yang bisa berbicara secara dialogis dan komunikatif. Keberadaannya diharapkan memiliki gerakan yang mampu menghadirkan daya ganggu yang cukup signifikan. Dengan demikian, karya DeKaVe tersebut akan cukup lama terekam dan bertengger dalam otak target sasarannya.
Pameran �Diskomplet� ini menjadi menarik karena mampu menyosialisasikan wacana desain komunikasi visual dalam bentuk karya DeKaVe yang riil dan diakrabi oleh masyarakat. Artinya, masyarakat selama ini hanya mengetahui hasil akhir dari sebuah karya desain komunikasi visual. Lewat pameran ini, khalayak luas disuguhi narasi proses terjadinya sebuah karya DeKaVe yang melibatkan unsur: tipografi (teks verbal), ilustrasi manual atau pun masinal, layout dan komposisi, yang dikemas menggunakan komputer grafis yang hasil akhirnya mampu menyuarakan pesan komunikasi visual komunikatif dan persuasif.
Dalam pameran �Diskomplet� ini, selain menghidupkan kembali tradisi pameran desain komunikasi visual yang sekarang ini semakin jarang diselenggarakan, mahasiswa dan dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta mencoba memosisikan desain komunikasi visual sebagi sebuah subjek yang secara terus menerus akan ditindaklanjuti sebagai sebuah proses mewacanakan desain komunikasi visual.
Sebagai sebuah karya proses maka tentu dengan segala kerendahan hati mereka: dosen dan mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, perlu berkaca diri, memohon kepada masyarakat luas dan dunia industri kreatif untuk memberikan penilaian, melontarkan kritik dan saran agar mereka lebih matang ketika terjun ke universitas masyarakat yang sangat kompleks dan dahsyat ini.
Selain itu, bagi sebuah lembaga pendidikan tinggi desain seperti Program Studi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, pameran �Diskomplet� merupakan bentuk pertanggungjawaban moral segenap civitas akademika kepada masyarakat luas untuk melaporkan hasil proses belajar mengajar yang diselenggarakannya selama ini.
Terlepas dari semuanya itu, sebagai teman, saya menyambut baik prakarsa penyelenggaraan pameran karya DeKaVe. Sebuah langkah yang cukup berani untuk memberikan apresiasi kepada khalayak luas tentang keberadaan disiplin ilmu desain komunikasi visual yang sangat luas cakupan, capaian, dan jangkauan aplikasinya.
Kawan-kawan dosen dan mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, selamat berpameran. Semoga dengan pameran �Diskomplet� ini dapat menumbuhkan semangat renaisans. Semangat semacam itu menjadi penting untuk dikumandangkan guna membangun iklim kreativitas dalam balutan budaya lokal. Dengan mengumandangkan semangat renaisans diharapkan dosen dan mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta berani keluar dari zona nyaman dan senantiasa menebarkan warna dan warta kreatif kepada sekalian umat yang melingkupinya.
*)Sumbo Tinarbuko (https://sumbo.wordpress.com/)
Konsultan Desain, Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta. Penulis buku Semiotika Komunikasi Visual dan Iklan Politik dalam Realitas Media. Kontributor buku Irama Visual. Ketiganya diterbitkan Penerbit Jalasutra. |