Patriarkhi, Apa dan Bagaimana (Transkrip Seminar Buku Teorisasi Patriarki)
11.40https://www.enjoygram.com/assalafi94 |
Berikut ini adalah transkrip seminar buku Teorisasi Patriarki. Seminar ini diselenggarakan pada Selasa, 30 Desember 2014, jam: 13.00-16.00 WIB di UIN Sunan Kalijaga. Hadir sebagai pembicara dalam forum ini adalah Dr. Phill. Dewi Candraningrum, M.Ed (Pimred Jurnal Perempuan) dan 2.
Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A (Komisiner HAM OKI). Tampil sebagai moderator adalah Nur Imroaatus S, M.Hum (Penerbit Jalasutra)
Transkrip ini diunduh dan disalin-rekat secara verbatim dengan hanya sedikit penyesuaian dari sini.
Nur : selamat siang, assalammualaikum wr wb.. okay, sembari kita
menunggu registrasi yang masih jalan kita lanjut aja ya. apa semua sudah menperan-peran
bukunya? (beluuum..), oh berarti masih ada kendala registrasi ya hehee.. tapi
nanti bisa diurus didepan kok setelah ini. Oke kita anjut yaa..
Tadi kita sudah
berdiskusi megenai male order dengan sangat luar biasa, bagaimana sosok maskulin dan feminine serta
bentuk-bentuknya peran-peran menjadi tantangan atau hambatan bagi gerakan
perempuan. Nah siang ini kita kembali melanjutkan dan kami berharap teman-teman
di forum bisa sharing pengalaman, karena ada engalamna unik di Indonesia
menganai gerakana perempuan, itu kenapa juga Jalasutra menerbitkan buku ini
supaya bisa memprovokasi. Misal ras kulit hitam dan kulit putih mungkin tidak
mencolok tapi maskulin papua dan jawa itu berbeda, isu perburuhan dll. Bnyak
isu yang tman2 alami terkait tantangan dalam isu gender. Hari ini kita akan
spesifik lagi ke d lm patriarki, ini semacam hantu bg gerakan perempuan, dikit2
patriarki, sama halnya seperti didkit2 yahudi didikit2 kapitalis. Bahwa
bagaimana, apa dan seperti apa antara jenis kelamin, laki-laki, maskulin,
system patiarki, itu ada beberapa hl yang perlu kita kuak bersama. Kita akan
membicarakan hal-hal yang selama ini dekat dengan gerakan perempuan. Nah, 2
pembicara kita akan membantu memeaparkan perspektif dr buku ini supaya jadi
analisa untuk temen2 gerakan dalam aktivismenya.
Disamping kanan
saya ada bu siti ruhainia, lahir di Blora, sekarang menjadi komisisoner OKI di
Jedah, dulu S3 nya di Monash, sempat juga menjadi ketua SW UIN dan sekarang
menjadi dosen di UIN dan beberapa kampus negeri lainnya. Motto hidupnya adalah
intellectualism and activism. Yang cantik disebelah kiri saya ini mbak Dewi Candraningrum,
beliau lahir di Boyolali 12 Sept 1975, S1 di UMS, S2 dan S3 di Jerman, beliau
adalah pelukis dan aktivis tapi jabatan terakhirnya yang paling populer yaitu
sebagai kepala Jurnal Perempuan. Motto hidupnya adalah paintings are my life.
Sebelum memulai
diskusi, saya akan memberi gambaran, buku ini sebenarnya bukan sekedar
menjelaskan apa itu patriarki tapi jg memberikan pemaparan jejak2
perkembanagannya (patriarki). Patriarki itu kalau dibuat semacam bentuk itu kan
adaptif sekali dan peran-peran dibentuk dalam berbagai hal, maka Walby saking
tidak ingin melepas jejak-jejak patriarki itu, ia membuat berbagai macam kajian
dari segala bidang dimana patriari bisa bercokol, mulai dari pekerjaan upah,
produksi rumah tangga, budaya, seksualitas, kekerasan, isu politik dan Negara
dan bagaimana perubahannya dari privat ke publik, harapannya dia memberikan
ruang-ruang dimana kita peran-peran mengenali bentuk-bentuk patriarki itu
sehingga kita tidak mudah dimanipulasi olehnya. Bagaimana Subordinasi perempuan
dilaksanakan dalam masyarakat, bagaimana ia dilakukan akrena patriarki ini
terkait dengan energy mensubordinasi perempuan. Bagaimana kt bs meangetahui
pereubahannya dalam realasi gender, dan bentuk2 abru-barun nya, misalnya apakah
LLB apakah itu benar-benar baru lahir dr rahim feminisme atau hnya topeng
patriarki?
Oke, mungkin
mbak Dewi sudah lebih siap ya.. ohya teman-teman mungkin sudah memegang
makalahnya ya.. monggo mbak Dewi.
Dewi : Selamat
siang, assalammualaikum wr wb. Halo teman-teman semua.. maaf tadi pagi saya tidak bisa hadir, karena hal
personal. Oke kita mau bicara tentang patriarki ya.. Saya sangat bahagia karena
kita duduk disini, dan ini sesungguhnya sebuah kenduri, karena duduk anda dan
duduk saya itu sama, dan apapun yang saya tulis dia boleh salah, beagitupun dengan
yang saya ucapakna boleh tidak tepat.
Saya nulis
cukup ngebut, bersamaan dengan itu saya jg membikin sketch, jadi ada suatu
perkembangan yang cukup indah dr patriarki. Kalau kita bertemu dengan teman-teman
gerakan perempuan kalau ditanya patriarki itu sungguh sangat membosankan untuk
didiskusikan, tapi jika kita perhatikan kita mengalami itu setiap hari ahnya
untuk menyebutnya berulang kali adalah sesuatu yang membosankan. Seringkali
dari hollywood sampai TV daerah pertanyaannya apakah penting menyandang
diri sebagai feminis atau tidak feminis? Apakah penting menyalahkan segalanay
sebagai patriarki atau tdak patriarki? karena sy bosan saya jawabnya anda bosa
melakukan semuanya demi sebuah keadilan dengan tidak menyandang apapun, tidak
memaki2 patriarki, jadi setiap waktu kita bisa memaki-maki dia tapi ada waktu
dimana kita memuasakan diri untuk itu. Ada berbagai term, pembahasaan, model,
bentuk, model, struktur, yang itu dituangkan di dalam diskursus dan itu tidak beragam,
dan kita boleh saling tidak bersetuju, jadi setiap org boleh berbicara gerakan
perempuan itu berbeda. Maka di halaman pertama tulisan saya bahwa Walby menyebutkan seseorang yang berjuang
demi kesetaraan gender ialah feminis meskipun dia menyebutkan ia feminis atau tidak
karena seperti yang kita lihat seperti majalah femina mendiskusiakan tentang
terminology. Ditanya lagi bagaimana dengan kajian gender dan wanita? Bagaimana
filsafat feminisme? itu hanyalah persoalan diksi, ya femminisme itu tua, sementara
gender lbh kontemporer daripada femisnisme, dan feminisme juga ada banyak
gelombangnya, apa gelombang itu menandai satu waktu yang mati? tidak. Walby
megatakan di bukunya yang didukung Karin hooven dan dibukunya di tahun the
future of feminism 2012, jadi bagi dia gelombang2 dalam feminisme adalh
sifatnya sbgai ruang2 antara jadi dia tidak membekukan, karena bisa jadi apa2 yang
diperjuangkan di pertama itu belum ada, misal kt bicara suffrage, mungkin di Indonesianesia
sudah ada tapi di bagian egara lain itu belum ada sebagai sebuah gerakan.
Merujuk di paragraph 2, nancy hyue menulis tentang periodesasi feminis,
menurutnya waktu tidak kering, no permanent wave, buku ini merubah paradigm dr
atomisasi gerakan perempuan, atomisasi adalah satu entitas sendiri, itu
dikritik karena sifatnya sendiri sbg gelombang. Walby juga menjelaskan, Ini
penting karena menyegarkan kt kembali karena patriarki msh sangat perkasa, dan
kesadaran patriarki semakin besar bg saya ketika saya bergelut dengan data
sbgai pimred di jurnal perempuan. Data pemilu kekerasan, sesual, perburuhan.
Ketika saya berhadapan dengan fakta keras tsb, itu terulang bahwa fakta itu
tergenderkan, bahwaasannya patriarki yang kita sebut di abad perang dunia yang
kita ttentang dulu msh perkasa saat ini, misalnya marcle mengusulkan 10-12% premouan
emnduduki CEO di Eropa itu tidak tercapai, dan juga professor perempuan di
universitas tidak ada 0.5 %. Patriarki amat tampan dan menawan, karena ketika
kt berbicara patriarki itu menjadi semcam way of life, bahkan dalam diri
saya, jadi kita bukan membicarakan tentang musuh yang jauh dan jahat ketika
membicarakan patriarki, tapi kita bicara tentang diri kita
sendiri, maka di akhri tulisan temen2 akan
tahu bahwa perjuangan yang paling berat dari melawan kesewenang-wenangan adalah
mengatakan ‘tidak’ atau melakukan resistensi pada kosmologi kita sendiri.
Karena patriarki itu jika dilacak berasal dr kosmologi. patriarki: father:
ayah, archy: rule, otoritas, aturan, hasrat, kehendak, legitimasi, order itu
ada ditangan ayah.. apa itu salah? Salah atau todaknya harus melihat konteks. Walby
juga sudah membuat 6 peta lokasi patriarki yang ia sebut sebagai 6 struktur dasar, diantaranya:
1.
Dalam ruang pekerjaan (kapitalisme)
2.
Dalam rumah, yaitu pembagian kerja domestic.
3.
Dalam budaya.
4.
Di dalam pernikahan (tapi dia membahasakannya hub hetero sex
sebagai patriarki).
5.
Dalam kekerasan
6.
Dalam negara.
Kalau kita berbicara nusantara atau Indonesianesia adalah dua hal
yang berbeda, kalau berbicara dengan ronggeng dan prostisusi itu jg berbbeda, dalam
ronggeng aktivitas seksual itu suci, dalam prostitusi itu sesuatu yang dihina.
Inilah yang diprotes oleh Simone de Beauvoir yaitu mengenai segmentasi
identitas perempuan karena itu mengerikan. Misalnya saya disini mengeluarkan
payudara dan menyusui bayisaya, payudara memeiliki mana apa disitu? ada
kosakata ibu disitu, dan perempuan muda yang menggiurkan misalnya, coba
ketikkan di gugel janda atau gadis ABG, keluarnya apa.. disitu ada makna
menggairahkan dan hasrat padahal tidak melulu perihal hasrat, tapi perempuan muda boleh tidak memiliki
hasrat. Ini yang dikritik. de buffler. Seorang “Ibu” memiliki makna seolah2
selalu benar padahal bisa jadi dia juga salah, Ini yang disebut Julia kristeva sbgai
perkosaan bahasa, semiotika. Nah sbelum kita menggagas kode ketaksetaraan itu
kita aja sudah pakai alat yang salah. kosakata “ibu” kosakata yang benar dan
tidak boleh salah maka benar kalau di media itu ibu tidak boleh salah, mothers
day misalnya, tapi “pecun” kosakata yang salah. Padahal bisa ajadi seorang
pecun memelihara anak-anaknya apakah kosakata seperti itu ada di gender lain,
ini yang disebut faucoult sebgai disiplin, performa2 ini kemudia didisiplinkan.
Jadi, kita itu sebagai perempuan sudah disuguhi, kotak mana yang kita pilih. Dalam
tulisan ini saya sebutkan bahwa seksulitas bg perempuan adalah harga diri. Misalnya
mitor keperawanan, misalnya tes keperawaanan. Tetapi bagi laki-laki seksualitas
adalah medan keakuasaan, alat permainan. Walby mendiskripsaikan bagaimana wajah
patriarki mengalami evolusi dr rumah ke luar n secara bertahap dengan muka yang
berbeda. Ada disebuah seminar di salihara saya mendengar pembicara mengemukakan
intinya bahwa Perempuan diamana saja mau dia dr jepara pindah ke Saudi Arabia atau
lain-lain ttapi saja dia mengalami diskriminasi, jadi research da itu dia sebut
transnational family. Jadi mau pak gadenganet apa saja, mau dia seorang rector
dia belum terpiahkan pada system yag terstruktuitu. Ini dituliskan oleh Walby,
dia menyebutkan bahwa berdasarkan risetnya di inggris, bagaimanapun perempuan
mndpt akses besar di ruang publik tetapi perempuan yang sudah dalam puncak
posisi itu mshttapi diskirminasi, fakta kontemporernya misalnya: kebijakan yang
buata gender, single mom, perempuan yang sendiri diperolok, janda diperolok, jadi
sejauh apapun dia menperan-peran pendidikan dia tetap mnjadi sesuatu yang mudah
mjadi perolok. Di tahun bukunya gender transformation, ia menguraikan patriarki dirubah wajahnya dan dopercepat dengan
globalisasi. Contoh di jawa, kebetulan di Solo ada problem besar yaitu kasus
trafficking oleh raja solo. Di tahun 2012 si terduga ditangkap bersama anak sia
12 dan 14 tahun, jika kita alcak secara historis mitosnya kalau bersama anak
perawan bertambah sakti si ABCD... dan itu dipercepat dengan globaisasi. Dari
globalisasi memeprcepat proses2 tsb. Jadi patriarki itu mau seperti larva,
pohon, mau ditebang pakai apapun dia masih tetap perkasa, patriarki tetapi tampan dan ada, dan promotornya
tidak hny laki-laki tapi juga perempuan. Utungnya kita bisa membebaskan
anak-anak ini dari 3 mucikari perempuan. Bayangkan kita ibu melawan ibu, yang
mengkalim itu adalah anak-anaknya, emngklaim dia memperjuangkan anaknya dan si
terduga hamper tidak terlihat, seperti juga dalam poligami, isri bertengkar
degan istri2 lain, padahal tidak terlihat siapa yang berkuasa sebenarnya yang
berkuasa tidak terlihat. Ini saya tulis di halm 3. Saya beri judul kekuasaan
ata. Di atas kekuasaan atas, saya membahasa bahwaasannya perempuan jg manusia,
kadang2 dia jg salah, tidak ada manusia atau ibu super, karena glorifikasi itu
jg berbahaya, memuji perempuan mudah begitupun menghinanya.
Halaman berikutnya, Seksualitas sbgai dekadensi. Kt tidak bs berdiskusi patriarki tnpa
mnytuh tentang seksualitas. Seksualitas seolah2 identik dengan kelamin, pdhal kalau
kita lacak lebih jauh dengan teorisasinya sesungguhnya seksualitas sesuatu yang
berkaitan dengan hasrat dan alat kelamin bs mnjadii satu2nya alat terakhir yang
dipakai utk mengekspresikan hasrat karena seksualitas itu terakait dengan
ide-ide narsisme, Ini menurut julia kristeva dalam In The Beginning Was Love,
menurut saya dia sangat brilian dan “nakal” karena dia melawan tafsir patriarki
atas Bible, Bible itu kan In The Beging Was Word. nah Kristeva karena
spesialisasinya linguistic, menurutnya melalui linguistic itualh penjajahan dan
ketakadilan itu datang, makanya judul bukunya ia melawan bukunya on the
beginning of was love ia melawan tanpa menyinggung siapapun, perlawanan yang
sangat indah. Nah ini mengembalikan kekuasaan laki-laki, yusuf kala ign
mengurangi dua jam kerja perempuan, itu yang terdiskriminasi pertama ada;ah laki-laki.
agar apa? Supaya lprempuan ada wktu utk mengasuh anak-anak, jangan salah disini
lk2 didiskriminasi. Maka yang disebut ketidakadilan dalam system ini
(patriarki), saya ingin emngatakan patriarki mmberikan privilege trlalu besar
utk laki-laki, dan ini bahaya baik bagi perempuan dan laki-laki karenalk2
dikebir, kemampuan utk mengasuh, kasih, indah, sayang jg dikebiri dn beitupun
prmpuan, adi sistem apapun yang meletakkan keistimewaan pd salh satu gender
maka kerugiannya pd kedua2nya. Seks adl perihal aktualisasi dan ekspresi,
bahkan jika melihat catatan di komnas: perkosaan paling kecil trjadi pd bayi 9
bulan (komnas ham), jadi perkosaan, seks bukan soal seksualitas? Bukan, tetapi
perihal kekuasaan. Perkosaan tidak melulu pada siapap yang memaki rok mini tapi
juga yang berjilbab.
Mari kita
menuju ke halaman 5, tubuh yang dijinakkan. Saya meminjam fucoult ya, ia
mnyebutkan eksistensi perempuan dan minoritas perempuan itu sbgai dosil bagi
tubuh yang dijinakkan lalu didisiplinkan atas nama peradaban. dn menguasai
subyetivitas dan dia dibekukan kepada peran-peran yang maskulin dn feminine. Sy
prnh ditanya kenapa iklan memanjakan perepuan? Benarkah? Stlh kt kihat satu2
iklan tsb mereka sdengan tidak emmanjakan tapi menciptakan kebutuhan kepada kt
(misal: harus putih dll), memberikan kt versi terhadap idelitas (seperti:
cantik), oleh fucoult disebut rereproduksi. Operasi normalisasi tubuh ini, foucoult
sebut sebagai usaha pendisiplinan, foucoult memang sangat pesimis soal tubuh karenaa
ia di Eropa, dan disana seks itu sesuatu yang dianalisis berbeda dengan india
sesuatu yang dialami. Maka dalam kuliahnya mngatakan bagaimana negara dengan politiknya
, kesehata reproduksi, penjara kontrasepsis adalah bentuk pendisiplinan
manusia.
Di halaman
tujuh, saya mmberi judul memeriksa diri. Saya pikir temen-temen sudah cukup tau
dan pernah melakaukan kerja-kerja perlawaan di lapangan baik secara realitas
atau diskursus. Setidaknya dalam resistensi ada kesiapan menolak yang
seharusnya kita menjadi, yaitu yang memecah belah seluruh hasrat ekspresi
perempuan yang semanuisaa2nya. Jadi jika Ibu tidak sempurna itu boleh.. pelacur
baik juga bisa.. bukan menjadikan dirinya melulu malaikat atau kuntilanak. Ciri
resistensi, yaitu melakukan penolakan yang stabil, menurut buttler, identitas
itu seuatu yang menjadi bukan sesuatu yang mati, yaitu norm bukan kata benda.
Misalnya sekarang tahun 2014, diatahun 2010 sy akan berkata berbeda dengan diri
saya tentang diri saya karena sy mengalami perjalanan dn perpindahan kapasitas,
padahal kita tidak menyangka itu, dn dtiap teman-teman memiliki proses to
become sesuai apa yang diminum, siapa dijumpai, siapa dicintai, siapa yang
dimusuhi, apa-apa yang dibaca, sesuai dengan pendidikannya.. identitas proses
menjadi, begitupun perempuan. Klaim dari kategori prempuan kemudian akn masuk dalam
tindakan politik dengan cara tidak eksklusif, itu yang dikritik gerakan2
feminis terakhir sebagai esensialisme, kristeva menyebut sebagai strategis
esensialisme, dalam tulisannya dia menuliskan salah satunya yaitu apakah orang-orang
tertindas itu bisa bicara? diakhir tulisannya si perempuan gantung diri, jadi
bs bicara tidak? Pd jaman itu sapi itu dilarang? Lalu dia ngotot aku ingin
sapi, di akhir tulisannya si wanita in the beginning gantung diri karena
larangan itu, apakah kematian adalah suatu statemen? Jawab sendiri.. ehhehe
Dus, kategori
jg membantu memahami realitas, tapi ia adalah reduksi hebat dari realitas itu.
Misalnnya temen manado ign mndirikan LGBT IQ, kalau di solo pake kata kalitako,
kan ideologi perjuangan dpt dalam bentuk re-statement, re-frame (bahasanya
diungkapkan dengan cara lain), atau mengadopsi bahasa local. Maka mana yang benar?
Ya lihat tanahnya, lihat airnya, iklimnya dmna ia tinggal, lihat kondisi
bagaimana disana karena ada daerah yang peran-peran menerima ada yang tidak jadi
variasi ideologi gerakan bs mcam2. Buttler mengklaim bahwa identitas politik
feinis adlah subyek feminis yang mengandaikan perbaikan pada sesuatu yang
brujung pd pembebasan. Walby menandainya
dengan dua kata kunci to become and to liberat, yang oleh Julia kristeva
disebut linguistic rape. Trus kalau gak boleh pake lagibt iq, gender ketiga,
dll? Pakai saja yang cocok dan dimaknai secra sama. Misalnya wanita dijauhi
oelh kelompok perempuan tapi ‘dia’ sebagai kata-kata idak salah, tidak misal anda
melukis atau menulis dengan kata-kata wanita, maka kata-kata wanita yang dulu
dikebiri soeharto dalam dharma wanita itu akan mengganti diksi perempuan, nah
siapa dibalik kekuasaan itu? Ya kita sendiri. Jadi, kita memiliki kapasitas untuk
menjadikan kata-kata itu utk mnjadi to become and to liberate.
Butler menyebutkan
segala sesuatau adalah serba mungkin, dia membayangkan konfigurasi politik baru
ini adalh bagian dari yang dihalsilan kontradiksi dan konfigurasi sesuatu yang
baru. Visi politik Butler strategi untuk menolak adalah sesalu waspada, ada
bbrpa diksi dalam diskusi intinya adalah waspada.. bahwa dalam narasi seindah
apapun kita harus waspada, bahkan terhadap komnas perepmuan, dan itu amat
preventif dan spiritual, karena preventif itu sesuatu yang dilakukan dn tidak
pernah tidur.
Kita menuju
halaman terakakhir, saat ini melihat bahwa kita harus melakukan upaya kolektif yang
terorganisir mengingat kekurangan-kekurangan itu, Brown menyerukan politik perlawaanan adalah
bertujuan utk berproses, utk mempertanyakan norma-norma politik bahkan sekalipun
yang baik utk perempuan. Contohnya kereta utk perempuan, apakh itu suatu
kebijakan yang “benar”?
Penciptaan
ruang demokrasi adalah kontribusi untuk mengajarkan pada perempuan bahwa kita harus
belajar bagaimana memiliki percakapan publik satu sama lain dan perempuan bisa
berlatih untuk berdebat untuk visi kebaikan bersama, dengan perntnyaan apa yang
saya inginkan untuk kita, brgkat dr identitas siapa saya? Mengenali diri
perempuan, membongkar dirinya sendiri, utk membantu ia bagaimana dia memahami karir
patriaki bahkan ada di dalm dirinya bahkan dipelihara dan dipertahankan,
pengalaman patriarki yang di afirmasi oleh perempuan secara sadar atau tidak
sadar adalah bagian terbaik untuk mengetahui konfigurasi resistensi hasil
memeriksa diri perempuan bisa menntukan apakah ia harus merdeka atau tidak.
Nur : mbak Dewi memberi angle yang
agak berbeda dengan yang diberikan Walby, tapi malah mengayakan analisa dari
patriarki itu sendiri, Walby membuat saklek pd segala kategori bidang tapi mbak
Dewi membawa seolah-olah kembali kepada kita, ‘waspada’ tapi poinnya tetap sama
yaitu jika Walby hanya waspada terhadap eksternal sementara mbak Dewi membawaya
juga kedalam internal. Tapi itu yang menjadi power karir patriarki, mau dibikin
tetap, berkembang tergantung tingkat kewaspadaan.. mungkin menarik jika kt
denar angle dr mba ruahini..
Ruahini : Assalammualaikum. Trimsakasih ada
senior saya juga bu wahyuni.. kita gembira melihat perkembangan dan stamina teman-teman
dalam menanggapi isu ini. Saya hampir agak frustasi sebenarnya, di thn 2007 sast
gadenganet mulai booming, org2 tidak lagi berbicara tentang activism, kebetulan
di 2005 saya di R.A saya tulis semua dsitu. Antusiasme saya apresiasi, tapi
aktivis sudah jarang karena mahasiswa lbh suka bermain gadenganet. Maka Moto
saya tidak pernah berubah yaitu activism and intellectualism. Menarik yang dia sampaikan
Dewi. Sebenrnya begini.. awalnya harus merview buku ini, sebetulnya sya punya
buku ini sejak 92, artinya buku ini mnjadii penting karena buku tentang
teoritisasi feminis itu terheneti jg, mungkin tidak disadari. Karena bukan saja
the body of political tapi juga publication is political, media
is political dan lain-lain. Jadi percetakan seperti Jalsutra, Kompas juga
politik.. Trimakasih kepada Jalasutra telah menerbitkan kemabali buku ini.
Buku ini
mnjembatani beberapa hal, kritik terhadap waves of feminism yang itu
sebetulnya adalah pendekatan modernis, nah yang disampaikan oleh mbak Dewi tadi
td adalah pendekatan posmodernis, almdulillah.. saya pernah ketemu dengan orang-orangnya
langsung. Ini persoalan awal-awal postmo dan postruk tahun ‘80an.
Ada kesenjangan feminis di Indonesia setelah reformasi, itu mengapa tidak ada lagi penulis yang aktif, mas Chris
Budiman jg sudah mulai kelelahan karena jarang ada penerbit yang mau
menerbitkan. Tapi jalasutara masih, saya sendiripun aktif dalam aktivisme, well,
itu hal lain.
Bicara tentang Walby.
Sebetulnya ada karya barunya yang saya akai utk disertasi, tapi ini merupakan
satu awalnya. Karena saya menteorisasi apa yang dtulis Walby. Apa yang
disampaikan Dewi sudah cukup jelas, Tapi saya ingin merangkum lagi apa yang
disampaikan oleh Walby sebagai pencetus gender regime, meski kerangka teorinya
saya lebih kuat, apa yang saya tulis lebih lengkap mungkin karena merupakan
suatu teorisasi, karna itu masuk dalam desertasi saya sementara Walby hanya
menulis paper. Saya ingin mendekati patriarki sebagai regime social, yang
sebetulnya ini adalah embrionya, karena saya pakai buku ini dalam desertasi
saya yang sekarang sedang dalam proses editing, judulnya “Rezim Gender Di
Muhammadiyah”. Gender regime di Muhammadiyah (desertasi saya). Apa yang iilustrasika Walby ini
sbnernya kerangka teoritik desetasi saya jadi yang kita bicarakan sebenarnya menyangkut
nilai. Gender regime sebgai aspek, saya rasa pendekatan regime adalah pendekatan
gender yang baru, karena feminis sekarang alah fragmented feminis, wWalby
mngenalkan tidak ada lagi wave feminisme, karena semuanya saling melengkapi, tidak
ada perang seharusnya, dalam bhasa amin Abdullah itu adalh teintergrasi, interkneksi,
klo bcara patriarki disitu ada basis nilai tertentu apapun sumbernya yang itu
menggerakkan suatu visi, ada belief maka bagi saya being feminist bagian
dari teologi saya, wong saya masuk islam karena feminis. Saya sdkit
mencari, sy smpat tidak prcaya isalm, umur 13 tahun, saya sudah mempertanyakan kenapaa
dalam al ikhlas tuhan td, diaktakan laki-laki? saat saya belajar postruk, di Australia,
ada mata kuliah conselor in equality disitu saya mengenal cultural ideologi
dan itu yang saya anggap sebagai jawaban dari dulu sejak saya kuliah di Pabelan.
Saya malah tidak menemukan jawaban Tuhan di studi-studi islam, malah saya
menemukan ketika saya belajar di Australia, jadi benar-benar feminisme adalah
akidah saya bukan semata-mata saya mencari uang, itu yang disebut nilai. entitas
budaya menciptakan suatu believe, patriarki itu sbnernya value, yang kemudian drived
apa yang disebut dengan ideologi. Ada konseptualisasi yang dibangun dr nilai
tertentu yang menjadi suatu gerakan kolektif apakah tu koersif atau powership
tertentu, itu peran-peran menjadi sesuatu yitu dapt mnjadi sesuatu yang
menyenagkan. Itu mengapa Karl Marx mengatakan
ideologi dan budaya adalah susatu yang ekstesi. Cuma dia terperangkap ektika
mengkritik agama dia menciptakan suatu yang ekstisi juga, paradoksnya disitu.
Disini kt
berbica ideplogi adlah bagaimana kt meyakini secara kalau bahasanya mbak Dewi
tadi benar apa salah? Ini adalh search experience, sifatnya intersubyektif
sharing, apakah agama intersubyektif sharing? Tapi saya prcya ktika sudah
menjadi fenomena social itu sifatnya intersubyektif sharing. gender, ras,
etnisitas, agama, semuanya adalah ideologi, dibalik itu ada nilai tertenu yang
membangun, maka itu mnjadi hal yang intersubyektif. Jadi apa yang disebut ras,
gender, adalah ideologi. Agama jg begitu, kan yang tahu hny allah. Nah
selanjutnya Yang selanjutnya, bagaimana patriarki memahami masalah gender?
Bagaiman patriarki bersimbiosis dengan kapitalisme? Ini persoalan bagaimana
patriarki berpasangan dengan kapitalisme, pasangan yang paling abadi patriarki
dan kapitalisme. Patriarki ini semacam regime yang bisa mengenai siapa saja. Di
dalam patriarki peran-peran ideologi, muncul norma yaitu aturan yang diperlukan
untuk tindakan kontrol, jadi sebetulnya norma adalah suatu proses
memformulasikan nilai menjadi sebuah kontrol, pada tindakan-tindakan kolektif yang
memunculkan visi, maka patriarki pada sisi norma, tidak saja mengontrol perempuan
tapi juga laki-laki.
Suami sy
dididik dalam tradisi yang rata2, maka sulitnya menangis luar bisa. Kenapaa
susah bg laki-laki utk menangis? Ini yang dibilang mbak Dewi menjadi kontrol terhadap
laki-laki jg. Lk2 dalam budaya patriarki dikontrol harus superman, memiliki dengan
idealitas2 tertentu, misalnya harus memilii deposito pribadi, rumah pribadi,
berbadan sic pack dll, maka laki-laki akan mudah tertekan karena idealitas-idealitas
tersebut. Maka, patriarki juga membuat laki-laki tertekan, Sama dengan
matriarki yang di dunia ini hanya ada 2 di dunia, yahudi dan suku di
minangkabau.
Kita hidup dalam
dunia yang liberal. Patriarki ini menggobal, ada gerakan yang mengglobalkan
patriarki. Jadi ada norma disitu yang membakukan anda sebagai laki-laki ataupun
perempuan kita semua menstruggling.
Berikutnya Struktur
kekuasaan. Ada alur kekuasaan yang digunakan utk kontrol, inilah yang mnjadi
ruh setiap archy ini,, matriarki, patriarki, ini yang disebut power nantinya.
Power sendiri itu blending antara struktur, norma, nilai.. maka seksualitas
adalh power bu nilai, ideoloan gy. Jadi ada satu struktur kekuasaan ttu, apakah
satu struktur itu satu yang bersikap destruktif atau love? Inilah yang
sbetulnya menciptakan hierarki social, jadi patriarki menciptakan suatu power dari
nilai keunggulan maskulinitas yang mmbntuk hierarki, maka tulisan weber
mengatakan patria adalah dewasa yang produktif. Tidak semua laki-laki itu patria,
jika anda bukan seperti itu maka anda akan tersubordinate dalam sebuah regime
patriarki. Jadi patriarki dalam regim social tidak identik pada salah satu
gender, dia intersubjektif bg mereka yang memiliki kekuasaan. Ini yang
memunculkan marginalisasi dan subordinasi. Sialkan ukur diri anda patria atau
tidak?
Nah didalam
struktur kekuasaan ini ada agency, subyek yang menjadi ppelaku utam dan ada
broker. Yang menarik agency sekarang luar biasa kompleks, jadi siapa potential
agent yang terkena patriarki? Bukan laki-laki lho tapi media, karena kt
dikontrol media, dan tidak sadar. Kita ada dalam media driven life, kita memperdebatkan
islam atau Kristen padahal ada agama yang lbh berbahaya yaitu agama popular
(media). Kitab sucinya kotak televise yang berkhotbah sepanjang hari. Nah
agency ini sebetulnya adalah the profetik message. Sy prnh mentraining pekerja
media dengan materi gender, hasilnya para copywriter unilever itu mengesankan
iklan2nya.. melalui ilustrasi2 yang tidak bias gender, tapi ada bbrapa iklan yang
ditolak karena ilustrasi ibu menyetir (iklan pepsodent). Coba liaht semua
sinetron kita, apalagi infotaimen. Mungkin ada generation lost maka hilangnya ideologi
kesadaran gender. Nah agency mnjadi salah satu yang penting meski semuanya
penting, brokernya itu biasanaya pada tingkatan meso bisa jadi perempuan
sendiri, misal Muhammadiyah sudah memutuskan perempuan bs mengimami di dalam
rumah yang mana malah ditolak sangat kuat oleh ibu2 aisyiah. Pdhal manhajnya
gitu, nah ini artinya perempuan mnjadii agency yang potencial jg. Saya di pp Muhammadiyah
sbg pengamat, sy bisa bicara dimuh tapi tidak bisa sisyiah, dan sebenarnya
tidak hanya di dalam rumah tapi di amanpun tapi tidak direstui karena alasan2
menajga silaturahim dengan ormas2 lain.
Yang terakhir, yaitu
relasi yaitu hubungan-hubungan, tadi mbak Dewi mengatakan ada situs, lokus,
berlakunya rejim, ini yang menajadii pertanyaan kt, apakan feminisme mnjadii
sesuatu yang universal? apakah Indonesiab bisa menteorisasi femnisme? ini
mnjadi sesuatu yang komplek. Konteks mnjadii
sangat penting. Dalam teorisasi Walby ada yang sangat penting yaitu resources,
entitas penopang beroperasi kekuasaan, ada yang disebut material, social,
theology, cultural, academic resources. sperti adanya mode of production dalam
marx yang sbnrnya adalah cultural, bukan ekonomis. Ekonomi emnjadi kapitalisme,
agama menjadi teorasi, budaya mnjadi feodalisme, jenis kelamin menjadi
seksualisme. Ini kerangka patriaki yang saat itu dikembangkan Walby.
Jadi ketika kt
meliat buku ini, mereka sebenarnya bersepakat patriarki sbgai dominasi nilai
struktur dan realasi yang mengunggulkan maskulinitas. Jadi, Maskulinitas selalu
berubah konstruksinya, jadi maskulin mnjadii sesuatu yang konstruktif berarti
ia kontekstual, maskulinitas di masa lalu berbeda dengan yang sekarang. Ini hanyalah
intersubyektif. Maskulinitas di Jogja dan Jakarta jg berbeda, ada shared
intersubyektiviti.
Perbedaan
analsis dalam buku ini, sebetulnya adalah bagaimana mereka mmpertahankan ideologi,
norma dan agency sedemikian rupa yang itu yang dikritik Walby yang dia lihat pd
feminis liberal, marsxis, radikal dll. Termasuk ia mengintroduksi apa yang
disebut dengan teori ganda dlsb, karena Walby
lahir di generasi postmodern, dia lebih structural drpd linguistic jadi dia lbh
kepada posmo di dalam nalsisnya. feminis yang dia jelaskan disini bagaimana dia
menghighlight atau membedakan manifestasi isunya, jadi kalau jadi kalau kt
berbicara tentang manifestasi isu diskriminasi pasti punya feminis liberal, kekerasan
perempuan itu basisnya radical feminism, semua crisis center dr radical
feminism, seperti Rifka Annisa (meskipu temen-temen Rifka tidak tahu). Dan saya
tidak masalah akan hal itu. Jadi sebenanrya marjinalisasi, subordinasi, itu
urusan liberal feminis, menurut saya semuanya relevan tidak usah saling
menafikan. Dan semua diperlukan, ibarat bikin baju semua analisis sperti pola,
jadi ini hanya masalah relevansi.
Ada kekersan,
hegemonic, powership, simbolic, yang disampaikan oleh mbak Dewi tadi bagaimana
perempuan dikonstruksikan di iklan tadi yaitu adanya unsur kekerasan simbolik,
itu pandangan radikal feminis. Nah, lalu ada perbedaan operasional kekuasaan, apakah
kekausaan itu substantive atau simbolis? Dalam desertasi saya, ada highlight yang
menarik yaitu adanya ada fragmented patriaki dalam budaya jawa. di jawa
tidak ada patriarki tunggal, kalau mnggunakn feminis liberal ya, karena tidak
ada hubungan badai antara patriarki dan kapitalisme, tidak ada kemesraan antara
sector industry di sector publik karena industri itu berada di sector privat,
dan ini tidak ada didalam literature kapitalisme barat. Maka teman saya yang
seorang pastur terlihat iri, ia mengatakan pada kepada saya bahwa ketidaksetaraan
dn seksisme adalah fenomena modern ktika terjadi konvergensi status maka di
masyarakat di non industrial yang tidak kapitalistik apa yang disebut gender
itu bersifat divergen, yaitu di laweyan misalnya perempuan tangganya ekonomi
dan kekuasaan privat (domestic, bukan konsumsi tapi produksi), dan laki-laki adalah
politik dan social. Perempuan tangganya ekonomi dan kekuasaan privat, domestic
adalh diproduksion, laki-laki di wilayah politik, maka lahirnya syarekat islam
itu disitu. Jadi ada simbisosis dan itu berbeda dengan Muhammadiyah yang
patriarkinya bersifa konvergen. Jadi ada kekuasaan yang fragmented juga,
misalnya patriarki dalam dunia priayi sbnrnya sangat trgntung pd sumber nilai yang
dimiliki, jadi sumber nilai kepriyayian jawa adalh nasab (keturunan) bukan
materi, cntoh peran kasultanan laweyan dan kasunanan. jadi dalam priyaya,
patriarki yang kuat itu sesuatu yang diturunkan itulah yang kuat dalam sosiologi
disebut absecaraibe dan inilah yang akan mewarnai patriarki. Siapa yang
memiliki keturunan paling tinggi adalah ia yang memegang power yang memiliki
hal itu, dalam buku handayani tidak benar bahwa patriarki memiliki konsep yang
baku. Dalam dunia priyayi jadi presiden itu gak penting dan gak akan ada power.
Makanya bu tien itu lebih tinggi daripada soeharto. Maka konsep kekuasaan dI
jawa itu berbeda dengan yang dikatakan Boulderiad, bahwa kekuasaan yang nyata
adalah kekuasaan on stage, di jawa itu siapa yang tinggi itu siapa dalangnya,
analoginya adalah kekuasaan wayang, yang memeiliki kekuasaan itu adalah
dalangnya bukan yang on stage.
Ada hal manrik.
Persoalnanya dlh perbedaan konteks, apakh universalitas unisentrisme ini sah?
Apa ada apsangan abadi antara kapitalisme dan feminisme sebagai agent of
economy? Atau Kenapa feminisme mengglobal? tidak ada kaitanya feminisme dan
mengglobal, jadi tidak ada ceritanya feminisme mengimpor diri ke Indonesianesia,
tapi feminisme sebagai alat analisis ini bergerak sesuai dengan entitas yang
dianalisis jadi persoalan universalitas unicentrisme itu karena ada globalisasi
demokrasi sebagai proyek liberal, dimana proyek liberal itu equality and
justice for all. Ia bergerak karena adanya wacana demokrasi, demokrasi
adalah produk liberal, maka feminis liberal mau tidak mau ikut didalamnya, pdhl
itu akan berbeda ketika dikontekskan. Itu makanya feminis marx jg relevan di Indonesianesia,
karena kapitalisme jg mengekspansi di Indonesianesia, adanya kontekstualisasi. Lagian
nggak mungkin tho aktivis buruh itu analisisnya kalau nggak pake marxis, mau
pake islam ya nggak ketemu-ketemu, yaa boleh lah pertalian atara islam dan
marxis tapi di aksiologinya aja bukan di epistemologinya.
Jadi demokrasi
menciptakan dunia publik dan privat,
kapitalisme menciptakan dunia produksi dan reproduksi itu. Lalu bagaimana kita
menggunakan analisis ini?
Semuanya
jenis-jenis feminisme baik untuk dijadikan anailisis sesuai dengan
kebutuhannya. Tool of analysis itu tidak perlu dipahami secara ideologi,
anda menggunakan itu di dalam level aksiologi saja. Oleh karena itu menjadi
relevan karena pdekatan Walby bukan waves of feminism tapi web of
feminism, jaringan feminisme, maka itu menjadi sesuatu yang terintegrasi
dan terinterkoneksi. Jadi menempatkan teori analisis dan membedah patriarki
sesuai dengan mempertimbangkan kader konteksnya akan sangat penting, maka jadi
sangat penting ‘waspada’ itu tadi, tidak perlu menjadi terlalu rigorous. Walby
menggeser patriarki sbgai isu social daripada isu feminis, shg smkin memperkaya
analisis terhadap patriarki. Buku ini sangat signifikan bagi pegiat isu
ketidakadilan bukan hanya kalangan feminis, karena membahas kerangka teori yang
cukup komprehensif meski belum cukup komprehensif dalam wacana konstruksi
regime gender.
Nur : Seperti yang sudah saya duga
mbak ruhaini akan menambah kekayaan baru terhadap pengkayaan pembacaan atas Walby,
sengaja jalasutra hanya berniat menyindir utk tulisan-tulisan yang lbh kritis
lainya. Karena saya yakin mbak Dewi ataupun mbak ruhaini akan lebih canggih,
contohnya mbak Dewi dengan buku ekofeminisme I dan II nya, mbak ruhaini juga
akan menerbitkan buku regime gender Muhammadiyahnya. Nah Buku ini sendiri membantu
kita utk menganalisis konteks gender di Indonesianesia, juga dalam kajian
ketidakadilan dan kemanusiaan. Silakan kepada para penanya, kita buka sesi
pertanyann..
(Pertanyaan)
Ana : Assalammualaikum.. saya Ana
dari S2 UGM, seperti yang saya duga, ini kali kedua saya bertemu dengan ibu Ruhaini
dan anda tetap luar biasa. Sepertinya saya mulai in the beginning of love utk
mbak Dewi, saya sangat tertarik pada statement anda waspada, dalam mmbhas
gender dn patriarki, pmahaman saya yang mash cetek dalam memahami being male
and feamale yang saya pahami adalah proses belajar, maka saya tertarik ketika
mbak Dewi mengatakan harus dalam posisi yang waspada, kalau dalam proses
belajarnya tadi tidak membawa baik perempuan dan laki-laki dalam waspada
tersebut apa tidak mmbahayakan si perempuan ataupun laki-laki? Karena kebetulan
tesis saya mengenai gerakan perempuan di aceh pasca konflik di aceh, saya
melihat perempuan tidak memiliki capability utk mnjadi waspada? Bagaimana mnjadii
waspada dalam konteks menjadi perempuan dn lk2 itu sendiri?
Ahmad : Assalam.. saya Ahmad dari Rumah
Baca Komunitas, teringat kembali perdebatan munir mulkhan dan bu siti mengenai
gender di UGM dulu, jadi bu, dalam konteks sekarang regis gender itu terjadi,
ketidakadilan itu msh terjadi baik di kalangan Muhammadiyah, NA, ‘Aisyiah dan ortom
lainnya, saya merasa ada kebingungan atau tidak ada pintu utk menjemput kesetaraan
di Muhammadiyah, saya ingin menanyakan kepada bu siti, strategi apa yang
disiapkan teman-teman Muhammadiyah menjelang muktamar di Makassar nanti. Mbak Dewi,
saya tertarik dengan data di jurnal perempuan, dari data-data yang mbak Dewi
sampaikan artinya patriarki msh berkuasa di hadapan laki-laki ataupun
perempuan. Contohnya saya sendiri, tidak jarang saya disepelekan, dan mndpt
diskriminasi ketika berjalan saya melenggok, entah di masyarakat umum dan di
kampus. Saya bertnya patriarki bkn hny di kalangan kelas bawah tapi jg di
kampus, sbgai akademisi di UMS, apa strategi mbak Dewi utk mengatasi itu? saya
kira bukan hanya tulisan yang dikonsumsi kalangan tertentu tapi semua kalangan,
sehingga kita semua terbuka pikirannya.
Diana : senang melihat bu siti ruhaini.
Saya dari relawan rifka annisa. Saya juga senang berjumpa dengan bu Dewi, Saya
suka dengan edisi jurnal perempuan mengenai agama dan seksualitas, saya
mengalami kebingungan ketika Dewi berkata digerbong perempuan kt juga harus
waspada, kenapaa kt musti waspada di gerbong perempuan? Kt tidak bs mmberi
batasan kebebasan perempuan. Tentang media, fakta menarik dalam psikologi
perempuan tampil cantik karena persaingan diantara perempuan. Jadi, bagaimaan
cara mendobrak pemikiran sperti itu dengan adanya sikap permisif dari perempuan
itu sendiri, bahwa perempuan malah marasa dilindungi?
Acu : selamat siang.. saya acu dari
KPI cab. Sumenep. Ada tiga hal yang saya mau sharing, pertama, saya mndpt
gugatan dr aktivis KMPI, siapa yang bertggjawab ata adanya gender? karena
menurut mereka bnhyk korban atas kajian gender, misal bnyak yang cerai karena
alasan gender. Saya mencoba berefleksi bahwa ada smacam keterputusandisini
seolah-olah ketika analisis gender itu booming sekitar awal 90an itu terputus dan
dianggap semua org paham, saya hanya berpikir bahwa mahasiswa itu tidak paham,
saya hanya katakan ita butuh training khusus karena ruang diskusi dan seminar tidaklah
cukup. Gender yang dipahami tidak secara kaffah, kritik saya terhadap aktivis
mahasiswa agar mengkaffahkan dalam memahami gender, kesalahan dia karena gender
yang lebih parah karena dia tahu gender. Ini mungkin evaluasi, bagaimana ini
mnjadi refleksi kita bersama, bagaimana kesinambungan training gender. Kedua
sya ingin sharing tentang uin suka, saya kecewa disini ketika sya melanjutkan
lagi ternyata wacana2 spperti lagib, sogib, yang disini katanyasudah inklusif,
ternyata tidak demikian. Kebetulan tesis saya tentang lesbian. Niat saya
mengangkat itu targetnya hanya untuk mewacanakan itu. Dan saya dikonsleing
hanya dikasih teori-teori klasik. Yang ketiga, di halamna dua tadi diaktakn
mbak Dewi tentang konsep patriarki Walby bahwa heteroseksual di rumah tangga,
pdhal tidak hanya di hetero tapi di homo juga, dan mereka juga mengalami
kekerasan seperti kekerasan ekonomi dan lain-lain. Nah, mungkin Walby tidak
melakukan penelitian di wilayah homosekseual.
Putri : terimakasih.. saya perempuan
mahardika. Saya sangat tertarik dr teorisasi ini, Walby mncoba menggabungkan analisa
patriarkis dan kapitalisme sangat penting karena landasan organ saya dilandasi
atas dasAr itu. Ada dua contoh kasus yang ingn sy angkat. Ada hal yang diperdebatkan
ktika kt ingin menggabungkan analisa tentang patriarki dan kapitalisme, 1.
Kasus tentang kontroversi miss universe, dr aspek pemahamanterhadap bagaimana
patriarki dn kapitalis menindas perempuan, ketika kita berbisacara tentang
kontes kecantikan, bagaimana kedua pembicara mlihat ini? Karena Ktika brbicara tentang
perlawanan kepada patriarki asslh satu poinnya bagaimana perempuan harus pnyaakses
lbh banya ke ruang publik? tapi disitu juga ada standardisasi tertentu, ini kan
ambigu, wanita go public tapi menuntut harus cantik dan
konstruksi-konstruksi lainnya? Jadi tetap ada kontrol terhadap tubuh perempuan
disitu. Yang kedua adalah fenomena tentang JK yang mengusulkan tentang pengurangan
jam kerja. Okay, itu bukan solusi tapi perjuangan ini adalah yang
dipelopori oleh buruh perempuan sejak dulu, perlawanan terhadap kapitalsimw ada
di situ, tapi kita tahu bahwa alasan JK itu lebih ke ingin mendomestifikasi peran
perempuan sebagai makhluk bervagina. Jadi, bagaiman penperan-peran dari
pembicara tentang fenomena tersebut?
(Jawaban)
Dewi : Saya kira teman-teman semua
disini juga narasumber bagi saya karena saya juga bukalah yang tahu
segala-galanya. Kita lihat dari mba Ana pertama, apa itu vigilance? Sebenarnya
Itu kan teori kritis ya jika diturut, ujung-ujungnya yang dimaksud
disitu ada kata ‘adil’, kalau belum ada ya kita harus waspada dan selalu kritis.
Suatu diskursus itu dibentuk atas konteks tesis antithesis sintesa itu dia
seperti bluer .. ada bnyk green ideologi, bnyk meneliti iklan hijau ternyata
apakah disitu ada hiaju? iklan TV itu tidak benar2 hiajau dan dsitu proses domestifikasinya
kental sekali, misal iklan kulkas itu yang mengoperasikan perempuan, proses
penciptaan kebutuhan baru masih adakah adil? Menjadi waspada itu terus, bukan
kalau udah selesai ya selesai. Kenapa mesin politik macet? Karena parpol
menolak parpol Indonesianesia sangat patriarkis.megawati itu semata2 karena
keturunan.
Berikutnya
pertanyaan mas Ahmad, kita semua pnya kapabilitas yang spesifik, sy tidak bs
mengklaim saya bisa segalanya kita punya tugas yang berbeda2 yang bisa kt
maksimalkan, kt pnya strategi masing2.
Lalu pertanyaan
dari Diana tentang gerbong perempuan. Jika kita berpikir tentang tanggungjawab
dar kaidah-kaidah ilmiah yang pertama adalah memformulasi pertanyaan, misalanya
gerbong perempuan, jk kt mangani kasus pelecehan seksusal , yang pake rok mini
disalah2kan, itu hanyalah isu, tetapi apa akarnya? Saya tidak mengatakan bahwa
gerbong perempuan ituu salah, tapi itu memadai. Selama ini korban yang selalu
diatur dulu. Gradasi-gradasi mencari akar seperti ini sering kita tergesa,
aparat negara tidak mengerti akarnya dari apa? Misalnya karena budgeting,
aparat tidak ada mainstreaming gender, akarnya adalah kosmologi, cara
pandang kita terhadap sesuatu. Apa yang bisa mengubah? Pendidikan.itu pula yang
melahirkan sktr 348 (komnas peremuan) yang berbasis analisis yang belum selesai
(bukan berbasis syariah). Kalau anda membuntuti perjalanan hidup perempuan anda
akan mengetahui bahwa sexism itu subur di keseharian kita. Kemudian persaingan
antar perempuan. Pertanyaan mbak Putri kemudia jadi nyambung. Jadi benar miss-miss
itu adalah satu konsolidasi antar kapitalisme dan konsumerisme, tapi kt tidak
bs menafikan bahwa ada perempuan yang merayakan tubuhnya, celebration of body, jadi
ada sebuah fase seorang berdandan karena ingin bersaing dan ada jg yang
melampaui itu karena saya ingin indah, proporsional, karenaa saya ingin sehat, jadi
kita harus menelisik motif, dalam teori kritis, segala yang dilakuakn itu harus
dilacak apa motifnya. Standarisasi kecantikan itu satu standard tertentu, saya
ingin standard ini misalnya, ketika di konteskan, yang dikonteskan mereka ada
macam motif2 yang bermacam itu yang disebut sebagai negosiasi, jadi dia
mengendarai dirinya, tidak dikendarai, analisis ini masuk, ini fakta.
Pertanyaan
terakhir, saya buka bukunya Walby, itu ada tentang lesbianism. Seharusnya dia
sensitive. Contoh: saya kadang tidak mampu menulis maka saya melukis contohnya
menulis korban-korban perkosaan dengan warna-warna, karena advokasi harus
sensitive. Di dalam term juga ada spirit yang universal, karena sya org bahasa jadi
saya suka melacak jejak2 bahasa, bagi saya bahasa itu setara, misal bicara tentang
jawa, Eropa, dll diSitu ada jejak dr yang lain, bahasa itu tidak ada yang lebih
tinggi atau rendah, maka saya hanya percaya pada lokus dan situs.
Ruhaini : Sedikit tentang masalah vigilence.
Saya ingin sedikit mengingatkan, kalau bicara sebuah konsep maka skopenya luas,
di tingkat meso, makro, mikro, kita hidup disitu, masing-masing dar kita bisa
melakukan intersubyektif konsep di tingkat makro tapi belum tentu di tingkat
makro. Karena kesadaran kita dibentuk oleh sesuatu, kalau menurut Manheim kan
sperti itu, kesadaran dibentuk oleh experience, meski hegel berkata lain tapi
kit abs melihatnya bahwaa kesadarn diwadahi oleh peran-peran yang berbedea. Nah
kesadaran saya terhadap ketidakadilan tentu akan saya share indikasinya apa, sekali
lagi saya sepakat dengan Dewi, signifiernya bisa berbeda bisa berubah, saya
kira itu yang penting, dalam postruk kan berarti kita melacak mind, yang
dalam permukaannya itu disebut motif
tapi apa itu motif intrinsic atau ekstrinsik? Tapi ini hanya level
berlabuh dimanakah kita dalam berbicara? Misal saya berbicara istri boleh
mengimami di rumah, secara makro mungkin bisa tapi secara mikro tidak bisa atau
sulit. Apa saya tidak konsisten? Kosisten itu kan arbitrasi sekali. Itulah
sumber nilai yang tidak terbantahkan, sy mendalami itu betul. Masalahnya ketika
motif itu diambil secara unconsciousness. Misal persoaln miss-miss.. saling ada
pertentangan, maka solusinya adalah intersubyektivity shared dengan cara
dialog, bahwaa ini ada suatu nilai ttu yang mendegradasi suatu nilai yang
mereka sebut di kapitalisme. Persoalan mis world akarnya adalah kapitalisme.
Kapitalisme harusnya menjadai common enemy, sesuatu yang mendegradasi
nilai, nilai freedom of expression dll. (pertanyaan mbak Putri). Sama
halnya ketika kita membahas masalah prostitusi. Liberal feminis mngatakan tu
dalah hak bekerja, terserah mau kerja pake vagina atau alat apapun, ia
mngatakna itu fundamental freedom, maka ecofeminis liberal menuntut itu harus
diakui ngara, tapi liberal feminis mengatak “tidak” karena memindahka dr
komoditas ke nilai, itu adalah sebuah
sesuatu yang sistemik yang perempuan ada didalamnya. Anyway ada
persoalan mendasar disitu, trafficking misalnya, voluntary
prostitution itu tidak ada yang sukarela mnrut liberal feminism makan
muncul global coalition against trafficking of women di tingkat global,
meskipun pandangan berbeda antara feminist tapi mereka ttapi mengatasi dengan
cara msing-masing.
Pertanyaan
Ahmad tentang Muhammadiyah, gimana? Susah karena backbonenya Muhammadiyah
itu priyayi, jadi Kauman itu berbeda dengan laweyan, status social itu konvergen
dan yang mendikte itu kerajaan. Membayangkan Muhammadiyah memiliki equal partnership
berarti harus mengubah backbonenya, padahal 87% orang Muhammadiyah adalah
instrumentalist bukan substansialist, artinya mereka tidak
menangkap substansi dari Muhammadiyah tapi hanya menirunya, padahal Ahmada Dahlan
itu berangkat dari apa? Islam berkemajuan? Berarti tidak boleh terhenti, itu
substansinya ya kalau berhenti namanya bukan gerakan Islam berkemajuan. Maka
susah, Muhammadiyah hanya sampai senior junior partnership dengan backbone
yang seperti ini. Muhammadiyah tidak akan menjadi seperti SI, bukan gerakan
islam berkemajuan. Katanya di Mukatamarnya itu Muhammadiyah melintasi zaman?
Apa yang mau dilintasi? Kecuali gedung-gedungnya yang mewah. Maka saya banyak
protes, sebetulnya kalau dibilang Muhammadiyah perempuan tidak bisa mengimami,
itu bukan bagian dari manhajmu. Sampai kepada bu Hamamah saya bilang, kalau bukan
keluar dari mulut anda tidak mungkin Muhammadiyah mengeluarkan pemimpin
perempuan di 13 formatur Muhammadiyah. Saya mengadvokasi ini di Muhammadiyah. Kalau
mau kita geser backbonenya Muhammadiyah, kalau bisa kita geser.
Yang terakhir,
JK, ada distorsi disitu, begini sebetulnya. Ini bagian dari tuntutan
temen-temen juga tapi bagian dari gender mainstreaming, maunya Cuma mencapai
gender praktis tidak sampai strategis. Itulah mengapa perempuan dikasih
kelonggaraN karena perannya berbeda dengan laki-laki, bagi saya tidak masalah karena
tujuannya gender praksis, kalau perkara stereotip ya harusnya kita bicarakan
saja. Walby menulis EU gender policy, ini yang menarik: dunia ini
bergeser, saya menulis tentang quovadis feminisme, apa yang dibilang Emma
Watson: he for she, yang kedua resolution of protection of family
supporternya OIC, Rusia, Cina, dan .. dan EU mau ini, ada sesuatu yang
bergeser, dunia mulai bergeser kepada keutuhan keluarga lagi. Walby sendiri
adalah salah satu orang yang merespon ini. Jadi beberapa negara di eropa, skandinavia,
dll,, mereka emmeiliki policy tentang work itu. Caranya? Jam itu menjadi lbh
fleksibel, tidak bekerja berdasarkan kehadiran tapi outapiut, merea ada
fleksibilitas jam kerja jam 8 atau jam 10, dan suaminya boleh memilih.
Dikatakan yang jam 8 masuk gak ngurus apa2 domestik, tapi ngurus makan malam
dll, begitupun sebaliknya. Kjnapa demikian? Persoalan efektivitas ini
menyebabkan kebahagiaan org barat terduksi. Dan Indonesianesia tidak buruk2
amat happinessnya karenaa faktor cuacanya.
Sekali lagi sebgai
penutup, itu yang ditawrkan Walby dalam buku ini, ia mengatakan bahwa apakah
itu situs, konsiusness semuanya itu konstruktif,dan satu yang menarik itu contested,
jadi kalau kita melarang miss universe, ya kita konteskan aja biar semua
menolak smpai mencapai titik dimana itu dioalrang nnti. Ini yang mnurnya
konsiousness, contested.. kalau itu belum tercapai maari memakai cara2 yang bs
lebih dikonteskan.
Sekian..
Nur : Baiklah, karena waktunya
sudah lebih dari yang semestinya, maka mungin cukup sekian diskus kita pada
kesempatan kali ini, semoga membawa manfaat. Ohya.. Kami menerbitkan seri buku
macam2.. kami mhn maaf jika ada ketidaknyamanan dalam penerjemahan di
jalasutra. Kesadaran tentang keadilan gender mmg harus diperjuangkan. Dan kami
menyadari perjuangan memerlukan buku. Wassalam..
0 komentar